A.
Gerakan
Darul islam / tentara islam indonesia (DI/TII)
Gerakan ini terjadi di berbagai daerah di
Indonesia dengan berbeda-beda pimpinannya.
1. Gerakan DI/TII Di Jawa barat
Gerakan
Darul Islam (DI) dan Tentara
Islam Indonesia (TII) di bentuk Oleh Sekarmadji Maridjan (S.M.)
Kartosuwiryo. Sebelumnya pasukan S.M. Kartosuwiryo sering di kenal dengan
sebutan pasukan Hisbullah dan Sabilillah. Dengan tujuan
mewujudkan Negara Islam Indonesia. Gerakan DI/TII di anggap sebagai pemberontak
karena menyimpang dari cita-cita proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Gerakan pemberontak ini Terbentuk pada tanggal 7 Agustus 1949 (setelah di
tandatanginya perjanjian Renville, 8 Desember 1947) melalui proklamasi yang bertempat di Desa Cisayong
(Jawa barat), Dan Markas besar S.M. Kartosuwiryo di dirikan di Gunung Cepu.
Kemudian di
tahun 1960 di laksanakan Operasi Pagar Betis di Gunung Geber oleh
pasukan TNI bersama dengan rakyat. Pada akhirnya S.M. Kartosuwiryo tertangkap
di Gunung Geber pada tanggal 4 Juni 1962 dan selanjutnya di jatuhi hukuman
mati.
2. Gerakan DI/TII Di Jawa tengah
Gerakan
DI/TII Di Jawa tengah di pimpin oleh Amir Fatah yang menjabat sebagai
Komandan Laskar Hisbullah di front Tulangan, Sidoarjo, dan Mojokerto di jawa
timur. Daerah operasi Gerakan DI/TII di jawa tengah adalah di daerah
Brebes, Pekalongan, dan Tegal.
Pada
tanggal 23 agustus 1949 ia memproklamasikan berdirinya Negara Islam
Indonesia (NII) di desa Pangarasan, Tegal. Pasukannya kemudian di beri nama
Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan DI/TII di jateng menjalin
hubungan dengan Kartosuwiryo di jawa barat.
Pasukan ini
bertambah kuat dengan bergabungnya kekuatan-kekuatan pemberontakan seperti
berikut:
a. Para pemberontak dari Angkatan Umat
Islam (AUI) pimpinan Kyai Mohammad Mahfudz Abdurahman(Romo pusat/Romo
Somalangu).
b. Para pemberontak dari Batalyon 426 Kudus
dan Magelang.
Untuk
memberantas gerakan ini, pemerintah melancarakan beberapa operasi militer yang
di beri nama Gerakan Banteng Negara (GBN). Akhirnya dengan
dilancarkannya operasi Guntur pada tahun 1954 gerombolan dapat di lumpuhkan.
3. Gerakan DI/TII Di Sulawesi Selatan
Gerakan
DI/TII di Sulawesi Selatan di pimpin oleh Kahar Muzakar. Ia memiliki
niat untuk menempatkan lascar-laskar rakyat Sulawesi Selatan ke dalam
lingkungan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) dan
bercita-cita untuk menjadi pimpinan APRIS di daerah Sulawesi Selatan.
Sebelumnya Kahar Muzakar dan pasukannya adalah para pejuang yang ikut membela kemerdekaan
Indonesia. Sebelumnya ia aktif berjuang di Pulau Jawa, dan setelah perang
Indonesia itu berakhir ia kembali ke Sulawesi selatan dan berhasil memimpin laskar-laskar
rakyat yang selanjutnya bergabung dalam KGSS (Komando Gerilya Sulawesi
Selatan).
Pada
tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar mengirim surat kepada pemerintah pusat yang
menyatakan agar semua anggota dari KGSS dimasukkan kedalam APRIS. Ia juga
menusulkan pembentukan Bridage Hasanuddin. Kemudian pemerintah pusat
bersama dengan pimpinan APRIS mengeluarkan kebijakan dengan memasukan semua
anggota KGSS ke dalam Corps Tjadangan Nasional yang di pimpin oleh Kahar
Muzakar dengan pangkat Letnan Kolonel. Namun Kahar Muzakar tidak menanggapi
kebijakan tersebut.
Dan pada
tanggal 17 Agustus 1951 Kahar Muzakar bersama dengan pasukannya melarikan diri
kehutan. Di tahun 1952, ia menyatakan wilayah Sulawesi Selatan menjadi bagian
dari Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo di jawa barat.
Pada
akhirnya gerakan Kahar Muzakar berhasil dihancurkan, di bulan Februari 1965
Kahar Muzakar berhasil di tembak mati oleh kesatuan pasukan TNI.
4. Gerakan DI/TII Di Aceh Gerakan
DI/TII Di Aceh di pimpin oleh Daud Beureuh, yang sebelumnya ia menjabat
sebagai Gubernur Militer pada masa perang kemerdekaan. Pada tanggal 21
September 1953 Daud Beureuh mengeluarkan maklumat tentang penyatuan Aceh
kedalam NII pimpinan Kartosuwiryo.
Namun pada
tanggal 18-27 Desember 1962 diselenggarakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh
Atas inisiatif Kolonel Jasin, Pangdam 1, dan tokoh-tokoh pemerintah daerah.
Melalui Musyawarah itu akhirnya di capai penyelesaian secara damai.
5. Gerakan DI/TII Di Kalimantan Selatan
Di akhir
tahun 1954 Gerakan DI/TII Di Kalimantan Selatan di pimpin oleh Ibnu Hajar yang
menjabat sebagai Panglima TII untuk Kalimantan. Sebelum masuk Negara Islam
pasukan mereka bernama KRJT (Kesatuan Rakyat Jang Tertindas). Pasukan
KRJT di perkuat oleh bantuan dari Kahar Muzakar dan Kartosuwiryo.
Gerakan ini
berakhir pada bulan juli 1963. Ibnu Hajar dan anak buahnya menyerahkan diri
sedara resmi. Pada bulan maret 1965 pengadilan militer menjatuhkan hukuman mati
kepada Ibnu Hajar.
B.
Gerakan
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
Di pimpin oleh Kapten Westerling yang di dalangi oleh golongan
kolonialis Belanda dengan keinginan untuk mengamankan kepentingan ekonominya di
Indonesia. Tujuan gerakan APRA yaitu mempertahankan bentuk Negara
Federal di Indonesia dan adanya tentara tersendiri di Negara-negara bagian RIS
(Republik Indonesia Serikat).
Pada tanggal 23 Januari 1950, pasukan
APRA yang berkekuatan kurang lebih 800 orang (300 orang di antaranya anggota KL
= Koninklijk Leger) menyerang kota Bandung. Dan Markas Divisi Siliwangi
berhasil diduduki.
Kemudian Perdana Mentri RIS, Moh.
Hatta segera segera mengadakan perundingan dengan komisaris Tinggi Belanda
di Jakarta. Hasilnya, Westerling di desak untuk pergi dari kota bandung. Dan
pada akhirnya Pasukan APRIS berhasil menumpas gerakan APRA dan pasukan APRA
kemudian meninggalkan kota itu.
Ternyata di ketahui bahwa dalang dari
gerakan itu adalah Sultan Hamid II, seorang Mentri Negara tanpa portofolio
(departemen) pada cabinet RIS. Rencana sebenarnya dari gerakan itu adalah
menculik semua menteri dan membunuh Menteri Pertahanan Keamanan (Sri Sultan
Hamengku Buwono IX), Sekjen Pertahanan (Mr. Ali Budiardjo), dan
bejabat Kepala Staf Angkatan Perang (Kolonel TB. Simatupang).
C.
Pemberontakan
Andi Aziz
Pemberontakan ini
terjadi di Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Kapten Andi Aziz dengan
latar belakang menolak terhadap masuknya pasukan APRIS dari TNI ke Sulawesi
Selatan. Kapten Andi Aziz adalah Perwira KNIL (Koninklijk Nederlands
Indische Leger) yang baru di terima masuk ke dalam APRIS. Pada tanggal 30
Maret 1950, ia bersama pasukannya menggabung diri ke dalam APRIS di hadapan
Letnan Kolonel A.J. Mokoginta (Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia
Timur). Andi Aziz menyatakan pasukannya sebagai Pasukan Bebas dan
melakukan serangan terhadap markas-markas TNI di makasar.
Pada tanggal 5 April 1950, Perdana
Menteri Negara Indonesia Timur (NIT) Ir. P.D. Diapari mengundurkan diri karena
tidak menyetujui tindakan yang di lakukan oleh Andi Aziz. Pada tanggal 21 April
1950, Wali Negara IndonesiaTimur Sukawati mengumumkan bahwa Negara
Indonesia Timur bersedia lebur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mengatasi gerakan ini pada tanggal
8 April 1955 Pemerintah RIS mengistruksikan agar Andi Aziz dalam waktu 4 x 24
jam dataang melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggung jawabkan
perbuatannya. Pada saat bersamaan pasukan ekspedisi di kirimkan ke Sulawei
Selatan di bawah pimpinan Kolonel A.E. Kawilarang. Dan Andi Aziz pun akhirnya
tertangkap.
D.
Gerakan
Republik Maluku Selatan (RMS)
Gerakan ini di pelopori oleh Mr. Dr.
Christian Robert Steven Soumokil (Mantan Jaksa Agung Negara Indonesia
Timur). Soumokil tidak menyetujui terbentuknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
E.
Gerakan
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia / Perjuangan Rakyat Semesta
(PRRI/Permesta)
gerakan
0 komentar:
Posting Komentar