Senin, 05 Mei 2014

Sejarah Pemberontakan Dalam Negeri


A.      Gerakan Darul islam / tentara islam indonesia (DI/TII)
Gerakan ini terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan berbeda-beda pimpinannya.



1.       Gerakan DI/TII Di Jawa barat
Gerakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII) di bentuk Oleh Sekarmadji Maridjan (S.M.) Kartosuwiryo. Sebelumnya pasukan S.M. Kartosuwiryo sering di kenal dengan sebutan pasukan Hisbullah dan Sabilillah. Dengan tujuan mewujudkan Negara Islam Indonesia. Gerakan DI/TII di anggap sebagai pemberontak karena menyimpang dari cita-cita proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Gerakan pemberontak ini Terbentuk pada tanggal 7 Agustus 1949 (setelah di tandatanginya perjanjian Renville, 8 Desember 1947) melalui  proklamasi yang bertempat di Desa Cisayong (Jawa barat), Dan Markas besar S.M. Kartosuwiryo di dirikan di Gunung Cepu.
Kemudian di tahun 1960 di laksanakan Operasi Pagar Betis di Gunung Geber oleh pasukan TNI bersama dengan rakyat. Pada akhirnya S.M. Kartosuwiryo tertangkap di Gunung Geber pada tanggal 4 Juni 1962 dan selanjutnya di jatuhi hukuman mati.

2.       Gerakan DI/TII Di Jawa tengah
Gerakan DI/TII Di Jawa tengah di pimpin oleh Amir Fatah yang menjabat sebagai Komandan Laskar Hisbullah di front Tulangan, Sidoarjo, dan Mojokerto di jawa timur. Daerah operasi Gerakan DI/TII di jawa tengah adalah di daerah Brebes, Pekalongan, dan Tegal.
Pada tanggal 23 agustus 1949 ia memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) di desa Pangarasan, Tegal. Pasukannya kemudian di beri nama Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan DI/TII di jateng menjalin hubungan dengan Kartosuwiryo di jawa barat.
Pasukan ini bertambah kuat dengan bergabungnya kekuatan-kekuatan pemberontakan seperti berikut:
a.       Para pemberontak dari Angkatan Umat Islam (AUI) pimpinan Kyai Mohammad Mahfudz Abdurahman(Romo pusat/Romo Somalangu).
b.      Para pemberontak dari Batalyon 426 Kudus dan Magelang.
Untuk memberantas gerakan ini, pemerintah melancarakan beberapa operasi militer yang di beri nama Gerakan Banteng Negara (GBN). Akhirnya dengan dilancarkannya operasi Guntur  pada tahun 1954 gerombolan dapat di lumpuhkan.

3.       Gerakan DI/TII Di Sulawesi Selatan
Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan di pimpin oleh Kahar Muzakar. Ia memiliki niat untuk menempatkan lascar-laskar rakyat Sulawesi Selatan ke dalam lingkungan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) dan bercita-cita untuk menjadi pimpinan APRIS di daerah Sulawesi Selatan. Sebelumnya Kahar Muzakar dan pasukannya adalah para pejuang yang ikut membela kemerdekaan Indonesia. Sebelumnya ia aktif berjuang di Pulau Jawa, dan setelah perang Indonesia itu berakhir ia kembali ke Sulawesi selatan dan berhasil memimpin laskar-laskar rakyat yang selanjutnya bergabung dalam KGSS (Komando Gerilya Sulawesi Selatan).
Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar mengirim surat kepada pemerintah pusat yang menyatakan agar semua anggota dari KGSS dimasukkan kedalam APRIS. Ia juga menusulkan pembentukan Bridage Hasanuddin. Kemudian pemerintah pusat bersama dengan pimpinan APRIS mengeluarkan kebijakan dengan memasukan semua anggota KGSS ke dalam Corps Tjadangan Nasional yang di pimpin oleh Kahar Muzakar dengan pangkat Letnan Kolonel. Namun Kahar Muzakar tidak menanggapi kebijakan tersebut.
Dan pada tanggal 17 Agustus 1951 Kahar Muzakar bersama dengan pasukannya melarikan diri kehutan. Di tahun 1952, ia menyatakan wilayah Sulawesi Selatan menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo di jawa barat.
Pada akhirnya gerakan Kahar Muzakar berhasil dihancurkan, di bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil di tembak mati oleh kesatuan pasukan TNI.

4.       Gerakan DI/TII Di Aceh                                                                                                                                                                 Gerakan DI/TII Di Aceh di pimpin oleh Daud Beureuh, yang sebelumnya ia menjabat sebagai Gubernur Militer pada masa perang kemerdekaan. Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureuh mengeluarkan maklumat tentang penyatuan Aceh kedalam NII pimpinan Kartosuwiryo.
Namun pada tanggal 18-27 Desember 1962 diselenggarakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh Atas inisiatif Kolonel Jasin, Pangdam 1, dan tokoh-tokoh pemerintah daerah. Melalui Musyawarah itu akhirnya di capai penyelesaian secara damai.

5.       Gerakan DI/TII Di Kalimantan Selatan
Di akhir tahun 1954 Gerakan DI/TII Di Kalimantan Selatan di pimpin oleh Ibnu Hajar yang menjabat sebagai Panglima TII untuk Kalimantan. Sebelum masuk Negara Islam pasukan mereka bernama KRJT (Kesatuan Rakyat Jang Tertindas). Pasukan KRJT di perkuat oleh bantuan dari Kahar Muzakar dan Kartosuwiryo.
Gerakan ini berakhir pada bulan juli 1963. Ibnu Hajar dan anak buahnya menyerahkan diri sedara resmi. Pada bulan maret 1965 pengadilan militer menjatuhkan hukuman mati kepada Ibnu Hajar.

B.      Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) Di pimpin oleh Kapten Westerling yang di dalangi oleh golongan kolonialis Belanda dengan keinginan untuk mengamankan kepentingan ekonominya di Indonesia. Tujuan gerakan APRA yaitu mempertahankan bentuk Negara Federal di Indonesia dan adanya tentara tersendiri di Negara-negara bagian RIS (Republik Indonesia Serikat).
Pada tanggal 23 Januari 1950, pasukan APRA yang berkekuatan kurang lebih 800 orang (300 orang di antaranya anggota KL = Koninklijk Leger) menyerang kota Bandung. Dan Markas Divisi Siliwangi berhasil diduduki.
Kemudian Perdana Mentri RIS, Moh. Hatta segera segera mengadakan perundingan dengan komisaris Tinggi Belanda di Jakarta. Hasilnya, Westerling di desak untuk pergi dari kota bandung. Dan pada akhirnya Pasukan APRIS berhasil menumpas gerakan APRA dan pasukan APRA kemudian meninggalkan kota itu.
Ternyata di ketahui bahwa dalang dari gerakan itu adalah Sultan Hamid II, seorang Mentri Negara tanpa portofolio (departemen) pada cabinet RIS. Rencana sebenarnya dari gerakan itu adalah menculik semua menteri dan membunuh Menteri Pertahanan Keamanan (Sri Sultan Hamengku Buwono IX), Sekjen Pertahanan (Mr. Ali Budiardjo), dan bejabat Kepala Staf Angkatan Perang (Kolonel TB. Simatupang). 

C.      Pemberontakan Andi Aziz
Pemberontakan ini terjadi di Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Kapten Andi Aziz dengan latar belakang menolak terhadap masuknya pasukan APRIS dari TNI ke Sulawesi Selatan. Kapten Andi Aziz adalah Perwira KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger) yang baru di terima masuk ke dalam APRIS. Pada tanggal 30 Maret 1950, ia bersama pasukannya menggabung diri ke dalam APRIS di hadapan Letnan Kolonel A.J. Mokoginta (Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur). Andi Aziz menyatakan pasukannya sebagai Pasukan Bebas dan melakukan serangan terhadap markas-markas TNI di makasar.
Pada tanggal 5 April 1950, Perdana Menteri Negara Indonesia Timur (NIT) Ir. P.D. Diapari mengundurkan diri karena tidak menyetujui tindakan yang di lakukan oleh Andi Aziz. Pada tanggal 21 April 1950, Wali Negara IndonesiaTimur Sukawati mengumumkan bahwa Negara Indonesia Timur bersedia lebur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mengatasi gerakan ini pada tanggal 8 April 1955 Pemerintah RIS mengistruksikan agar Andi Aziz dalam waktu 4 x 24 jam dataang melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Pada saat bersamaan pasukan ekspedisi di kirimkan ke Sulawei Selatan di bawah pimpinan Kolonel A.E. Kawilarang. Dan Andi Aziz pun akhirnya tertangkap.

D.      Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Gerakan ini di pelopori oleh Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil (Mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur). Soumokil tidak menyetujui terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

E.       Gerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia / Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta)
gerakan


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons